Kota Palembang

Sungai Musi

Sungai Musi, sungai sepanjang sekitar 750km yang membelah Kota Palembang menjadi dua bagian yaitu Seberang Ulu dan seberang Ilir ini merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera. Sejak dahulu Sungai Musi telah menjadi urat nadi perekonomian di Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan.

Di sepanjang tepian sungai ini banyak terdapat objek wisata seperti Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Pulau Kemaro, Pasar 16 Ilir, rumah Rakit, kilang minyak Pertamina, pabrik pupuk PUSRI, pantai Bagus Kuning, Jembatan Musi II, Masjid Al Munawar, dll.

Jembatan Ampera

Meski kalah dengan Jembatan Suramadu–sepanjang 5.438 meter dan selebar sekitar 30 meter, Jembatan Ampera terbilang fenomenal dan megah pada masanya. Jembatan ini memiliki panjang 1.177 meter dengan lebar 22 meter, serta setinggi 11,5 meter dari atas permukaan air, memang sejak lama menjadi ikon ibu kota Provinsi Sumatra Selatan.

Terletak di jantung Kota Palembang, menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir yang dipisahkan Sungai Musi.
Pena sejarah mencatat, ide pembuatan jembatan yang sejatinya telah ada sejak 1906 itu akhirnya disetujui Presiden Soekarno pada 16 September 1960. Proyek pembangunan di era Orde Lama yang terkenal dengan politik mercusuar itu kemudian dimulai April 1962. Adapun biaya pembangunan jembatan diambil dari dana pampasan perang Jepang yang ditaksir kala itu sekitar 2,5 miliar yen. Ternyata, bukan hanya biaya, jembatan kebanggaan warga Palembang maupun Sumatra Selatan ini menggunakan tenaga ahli dari Negeri Matahari Terbit.

Pada mulanya Jembatan Ampera dinamai Jembatan Bung Karno meski banyak warga Palembang lebih suka menyebut jembatan ini dengan Proyek Musi. Ketika masih hidup, budayawan dan sejarawan Palembang Djohan Hanafiah mengungkapkan, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada presiden pertama Indonesia itu. Saat itu, Bung Karno meluluskan keinginan warga Palembang untuk memiliki sebuah jembatan yang membelah Sungai Musi.

Akhirnya, peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada 30 September 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Asia tenggara. Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, terutama ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu diubah menjadi Jembatan Ampera atau akronim dari Amanat Penderitaan Rakyat.
Hampir empat dekade kemudian, tepatnya pada 2002, ada wacana mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera. Hanya saja, usulan ini tak mendapat dukungan dari pemerintah maupun sebagian masyarakat Palembang atau Sumatra Selatan.

Dahulu, bagian tengah badan jembatan bisa diangkat ke atas agar tiang kapal yang lewat di bawah tidak tersangkut badan jembatan. Namun, sejak 40 tahun silam, kegiatan turun-naik bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya. Alasan lain karena sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi.

Kawah Tekurep

Kawah Tekurep merupakan Kompleks Pemakaman yang masuk dalam kawasan Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang. Berdasarkan catatan lama, pemakaman ini dibangun tahun 1728 M atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (wafat tahun 1756 M), setelah pembangunan Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga (30 Ilir). Nama kawah tekurep diambil dari bentuk cungkup (kubah) yang menyerupai kawah ditengkurapkan (Palembang: tekurep). Jika diukur dari tepian Sungai Musi, kompleks makam ini berjarak sekitar 100 meter dari sungai. Sekelilingnya dipagari dengan batu bata, yang sebagian telah rusak. Di sisi yang menghadap Sungai Musi (arah selatan), terdapat gapura yang merupakan gerbang utama untuk memasuki kompleks makam. Di dalamnya, terdapat empat cungkup. Yaitu, tiga cungkup yang diperuntukkan bagi makam para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri Sultan Mahmud Badaruddin, para pejabat dan hulubalang kesultanan. Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan: Cungkup I: 1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M) 2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah 3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia) 4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina 5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari 1 Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Plembang Lamo) 6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan Cungkup II: 1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M) 2. Ratu Mudo (istri P. Kamuk) 3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan) Cungkup III: 1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M) 2. Masayu Dalem (istri Najamuddin) 3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (Imam Sultan dari Yaman) Cungkup IV: 1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi) 2. Ratu Agung (istri Bahauddin) 3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi) 4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya) Di luar keempat cungkup itu, masih terdapat beberapa makam. Antara lain, Susuhunan Husin Diauddin, yang wafat dalam pembuangan oleh Belanda di Jakarta, 4 Juli 1826. Semula, Husin Diauddin dimakamkan di Krukut tetapi kemudian dipindahkan ke Palembang.

Kambang Iwak Family

Kambang Iwak Family Park, sebuah danau wisata yang terletak di tengah kota palembang,Kambang Iwak Family Park berada dekat dengan tempat tinggal walikota Palembang. Di tepian danau ini terdapat banyak arena rekreasi keluarga dan ramai dikunjungi pada hari libur. Selain itu di tengah danau ini terdapat air mancur yang tampak cantik di waktu malam.

Taman Wisata Alam Puntikayu

Taman Wisata Alam Puntikayu merupakan satu-satunya hutan wisata di sumatera selatan, letaknya yang strategis ( 6 km dari pusat kota ) . kawasan TWA Puntikayu merupakan kawasan konservasi yang konsep pengembanganya berdasarkan pada prinsip – prinsip perlindungan keaneka ragaman jenis Tumbuhan hayati dan satwa. Potensi TWA punti kayu berupa panorama hutan pinus ( pinus mercussi ) yang memiliki nilai estetika pemandangan yang menarik, serta adanya hewan liar yaitu : kera ekor panjang, Macaca Fasicicularis), BEruk ( Macaca Nemistriana ) dll,serta sangat cocok digunakan buat berlibur di akhir pekan bersama keluarga.

Museum Bala Putra Dewa

Museum Bala Putra Dewa ini dibangun pada tahun 1977 dengan arsitektur tradisional Palembang diatas areal seluas 23.565 meter persegi dan diresmikan pada tanggal 5 November 1984.
Pada mulanya museum ini bernama Negeri Provinsi Sumatera Selatan, selanjutnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 1223/1990 tanggal 4 April 1990 Museum ini diberi nama Museum Negeri Provinsi Sumatera Selatan Bala Putra Dewa.
Nama Bala Putra Dewa berasal dari nama seorang raja Sriwijaya yang memerintah pada abad VIII-IX yang mencapai kerajaan Maritime.
Di museum ini terdapat koleksi yang menggambarkan corak ragam kebudayaan dan alam Sumatera Selatan. Koleksnya terdiri dari berbagai benda histografi etnografi felologi, keramik, teknologi modern, seni rupa, flora dan fauna serta geologi. Selain itu terdapat rumah Limas dan rumah Ulu asli, kita dapat melihat dengan menggunakan kendaraan umum trayek km 12

Leave a comment

Filed under Uncategorized

Leave a comment